LINK STREAMING SJ RETURNS 4 SUB INDO

 

SJ Returns Season 4 Sub Indo

stars :
Leeteuk, Heechul, Yesung, Shindong. Eunhyuk, Siwon, Donghae, Ryewook, Kyuhyun




Eps 1

Eps 2

Eps 3

Eps 4

Eps 5

Eps 6

Eps 7

Eps 8

Eps 9

Eps 10

Eps 11

Eps 12

Eps 13

Eps 14

Eps 15

Eps 16

Eps 17

Eps 18

Eps 19

Eps 20

Eps 21

Eps 22

Eps 23

Eps 24

Eps 25

Eps 26

Eps 27

Eps 28

Eps 29

Eps 30

Eps 31

Eps 32

Eps 33

Eps 34

Eps 35

Eps 36

Eps 37

Eps 38

Eps 39

Eps 40

Eps 41

Eps 42

Eps 43

Eps 44

Eps 45

Eps 46

Eps 47

Eps 48

Eps 49

Eps 50


Eps 52

Eps 53

Eps 54

Eps 55

Eps 56

Eps 57

Eps 58

Eps 59

Eps 60

Eps 61

Eps 62

Eps 63

Eps 64

Eps 65

Eps 66

Eps 67

Eps 68

Eps 69

Eps 70

Eps 71

Eps 72

Eps 73

Eps 74

Eps 75

Eps 76

Eps 77

Eps 78

Eps 79

Eps 80

Eps 81

Eps 82

Eps 83

Eps 84

Eps 85

Eps 86

Eps 87

Eps 88

Eps 89

Eps 90

Eps 91

Eps 92

Eps 93

Eps 94

Eps 95

Eps 96

Eps 97

Eps 98

Eps 99

Eps 100

Eps 101

Eps 102

Eps 103

Eps 104

Eps 105


Nb: akan selalu diupdate setelah yang di vlive juga diupdate
tetap staytune yaa 😁😁😁

Baca juga  :  Super Tv Season 1

MAKALAH EKONOMI PERIKANAN DI KOTA GORONTALO

Kota Gorontalo - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1         Latar belakang

Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." 

Laut mengandung potensi ekonomi (pembangunan) sangat besar dan beragam. Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar, manakala dilihat dari sisi luasnya perairan lautan, letak geografis, wilayah maupun panjang garis pantai. sumber daya perairan berperan penting bagi pembangunan di Indonesia. Sumberdaya pesisir dan kelautan merupakan potensi penting dalam pembangunan di masa depan. Luas wilayah laut Indonesia adalah 62% dari luas wilayah nasional, belum termasuk zona ekonomi eksklusif seluas 2,7 juta kilometer persegi. Laut Indonesia yang begitu luas dengan sumber daya yang melimphah bila dimanfaatkan untuk pembangunan dengan tepat diprediksikan pembangunan di Indonesia akan maju dengan pesat. Berbagai kekayaan keanekaragaman hayati, dan jasa-jasa lingkungan yang diberikan, sumberdaya pesisir dan lautan mempunyai nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi dan dapat dipergunakan dalam pembangunan. Pemanfaatan sumberdaya perairan di Indonesia dalam pembangunan pada dasarnya untuk perbaikan kehidupan umat manusia menuju arah yang lebih baik, terutama kehidupan sosial, ekonomi dan budaya. Menurut data Kementrian Kelautan dan Perikanan, potensi perikanan laut Indonesia sebanyak 6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan yang cukup tinggi sekitar 64 %. Dari potensi perikanan laut Indonesia sebanyak 6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan yang cukup tinggi sekitar 64 %. (Manik, 2014)

Potensi yang dimiliki negara ini secara nasional pada lahan perikanan budidaya sangat besar bisa dilihat dari 15,59 juta Ha, yang terdiri atas lahan budidaya air tawar 2,23 juta Ha, budidaya air payau 1,22 juta Ha dan budidaya laut 8,37 juta Ha, sedangkan pemanfaatannya saat ini masingmasing masih mencapai 16,62% untuk budidaya air tawar, sebanyak 50,06% untuk budidaya air payau dan 1,05% untuk budidaya laut. Produksi total perikanan budidaya secara nasional pada tahun 2009 sebesar 4,78 juta ton. Produksi yang dicapai saat ini masih rendah bila dibandingkan dengan potensi lahan budidaya yang tersedia. Oleh karena itu peluang pengembangan masih sangat luas.

Dengan potensi yang sebesar itu sektor perikanan seharusnya dapat dikembangkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang bermatapencaharian dibidang perikanan, antara lain berupa pengembangan produk perikanan yang memiliki nilai tambah melalui kegiatan industri perikanan. Akan tetapi sebagian besar rakyat miskin justru mereka yang tinggal di pesisir dan pantai. Padahal Salah satu sektor potensial adalah perikanan dan kelautan. Salah satu ikan yang menjadi tangkapan nelayan Kota Gorontalo adalah ikan tuna. Selama tahun 2014-2015 ikan tuna merupakan jenis ikan yang paling banyak ditangkap oleh nelayan di Kota Gorontalo. Tercatat bahwa pada tahun 2014 jumlah ikan tuna yang dihasilkan seberat 5.246,9 ton turun menjadi 4.627,1 ton pada tahun 2015. Selain ikan tuna, terdapat beberapa ikan hasil tangkapan perairan laut yaitu ikan layang, selar, cakalang, tongkol, nike dan ikan lainnya. Sementara itu, pada tahun 2015 potensi perikanan budidaya di Kota Gorontalo didominasi oleh budidaya perairan dengan aktivitas keramba jaring apung (KJA) danau.

Hasil perikanan terbesar Gorontalo diperoleh dari budidaya perikanan darat sebesar 115.4.77,39 ton atau 54,36 persen dari keseluruhan produksi yang mencapai 212.427,50 ton. Sementara hasil perikanan laut sebesar 95.991 ton dengan 8.413 rumah tangga perikanan. Luas areal rumput laut di Gorontalo sekitar 14.250 ha dengan produksi 99.454,4 ton. Sedangkan luas areal perikanan tangkap kurang lebih 50.500 km2 dengan potensi 92.171 ton per tahun.  Produksi perikanan di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, pada tahun 2016 lalu mencapai 801.540 kilo gram (Kg), dengan jenis ikan bandeng menjadi produksi terbanyak dengan total 214.460 kg. Data dari Kementrian Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa ekspor hasil perikanan Gorontalo periode Januari-September 2018 mencapai 40,2 ton.  Ekspor ikan yang paling banyak dari Gorontalo didominasi oleh komoditas tuna, dan udang vaname.

.


1.2         Tujuan

Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

1.    Mengetahui bagaimana gambara umum ekonomi perikanan di Kota Gorontalo

2.    Mengetahui jenis-jenis usaha/aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat pesisir Kota Gorontalo

3.     Mengetahui prinsip ekonomi dalam usaha perikanan.

4.    Mengetahui bagaimana upaya yang harus dilakukan dalam pembangunan perikanan di Indonesia.

5.    Mengetahui komoditas unggulan di Kota Gorontalo

6.    Mengetahui strategi pembangunan yang digunakan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1         Defenisi Ekonomi Perikanan

 Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.

Perikanan memang semula berasal dari kegiatan hunting (berburu) yang harus dibedakan dari kegiatan farming seperti budidaya. Dalam artian yang lebih luas, perikanan tidak saja diartikan sebagai aktivitas menangkap ikan (termasuk hewan invertebrate lainnya seperti funfish atau ikan bersirip) namun juga termasuk kegiatan mengumpulkan kerang-kerangan, rumput laut dan sumberdaya hayati lainnya dalam suatu wilayah geografis tertentu dengan struktur kepemilikan  yang kebanyakan bersifatcommon property (milik bersama). Hal ini berbeda dengan budidaya atau aquacultureyang berhubungan dengan sumberdaya yang dapat dikendalikan serta struktur kepemilikan yang jelas (private property).

Ekonomi Perikanan merupakan bidang yang unik karena sifat sumber dayanya fugitive dan kompleksitas pengelolaannya menuntut kajian tersendiri.

 

2.2         Ruang Lingkup

Adapun yang termasuk dalam ruang lingkup ekonomi perikanan ialah : sumberdaya, alokasi, kebutuhan, permintaan, penawaran, harga keseimbangan, dan pasar. Tetapi yang dibahas hanya tiga karena yang lainnya sudah diketahui secara umum di perkuliahan.

Sumberdaya adalah suatu nilai potensi yang dimiliki oleh suatu materi atau unsur tertentu dalam kehidupan. Sumber daya tidak selalu bersifat fisik, tetapi juga non-fisik (intangible). Sumber daya ada yang dapat berubah, baik menjadi semakin besar maupun hilang, dan ada pula sumber daya yang kekal (selalu tetap). Selain itu, dikenal pula istilah sumber daya yang dapat pulih atau terbarukan (renewable resources) dan sumber daya tak terbarukan (non-renewable resources). Dan ada sumberdaya gabungan, yaitu SDA Biologis dan SD Tanah.

Alokasi merupakan penentuan banyaknya barang yang disediakan untuk suatu tempat (pembeli dsb); penjatahan; penentuan banyaknya uang (biaya) yang disediakan untuk suatu keperluan: pemerintah memberi dana kepada tiap desa untuk membangun gedung sekolah dasar. Dalam hal ini alokasi sumberdaya yang ada di suatu wilayah yang memilki potensi perikanan.

Kebutuhan merupakan salah satu aspek psikologi manusia untuk menggerakkan dengan aktivitas-aktivitas yang menjadi dasar untuk melakukan sesuatu. Dalam hal ini kebutuhan merupakan indikator suatu wilayah untuk melakukan suatu usaha di bidang perikanannya khususnya.

 

2.3         Peran Ekonomi Perikanan

Dewasa ini kegiatan perikanan sudah menjadi sumber energi bagi pertumbuhan ekonomi di beberapa negara. Hal ini di sebabkan oleh peningkatan secara drastis dari produksi di sektor perikanan dunia. Sebagian besar jumlah produksi perikanan dunia diperoleh dari hasil penngkapan ikan di laut. Data FAO menunjukkan bahwa hampir 1 miliar penduduk dunia, yang umumnya bertempat tinggal di negara berkembang menggantungan dirinya pada kebutuhan protein hewani yang berasal dari hasil laut.

Peningkatan peran ekonomi pada sektor perikanan juga dapat dilihat dari  kontribusinya terhadap lapangan pekerjaan. Perikanan baik secara langsung maupun tidak langsung memainkan peranan penting bagi jutaan orang yang bermatapencaharian dalam sektor perikanan ini. Hampir seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir memiliki pekerjaan di sektor pertanian. Hal tersebut menyebabkan rata-rata masyarakat pesisir yang tidak dapat bekerja di sektor lain, memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam sektor perikanan. Hal ini yang menyebabkan sekto pertanian menyimpan cukup banyak tingkat pertumbuhan ekonomi dan menyediakan banyak lapangan pekerjaan bagi yang menginginkannya. Apabila terus dikembangkan, sektor pertanian akan memberi dampak yang sangat bagus bagi pertumbuhan ekonomi negara. Karena banyaknya negara-negara yang memanfaatkan ikan sebagai sumber protein hewani mereka.

Peranan  sub-sektor  perikanan  dalam  pembangunan  nasional  yang  utama  adalah  menghasilkan bahan   pangan   protein   hawani,   mendorong   pertumbuhan   agroindustri,   sumber   devisa   melalui peningkatan  ekspor  hasil  perikanan,  menciptakan  lapangan  kerja,  peningkatan  pendapatan  dan kesejahteraan  petani  ikan  dan  nelayan  serta  menunjang  pembangunan  daerah.  (Tibrani,2018)

 

2.4         Potensi Ekonomi Perikanan

Kekayaan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan dapat kita dayagunakan untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa melalui 11 sektor ekonomi kelautan: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) pertambangan dan energi (ESDM), (6) pariwisata bahari, (7) hutan mangrove, (8) perhubungan laut, (9) sumberdaya wilayah pulau-pulau kecil, (10) industri dan jasa maritim, dan (11) SDA non-konvensional. Total nilai ekonomi kesebelas sektor ekonomi kelautan itu sekitar 1,2 trilyun dolar AS/tahun, dan dapat menyediakan lapangan kerja sedikitnya untuk 40 juta orang.  Sampai sekarang, potensi ekonomi kelautan yang luar biasa besar itu baru dimanfaatkan sekitar 22% dari total potensinya.  Ibarat ‘Raksasa Ekonomi Yang Tertidur’ .

Selain itu, posisi geoekonomi dan geopolitik Indonesia juga sangat strategis, dimana 45% dari seluruh komoditas dan produk yang diperdagangkan di dunia dengan nilai 1.500 trilyun dolar AS/tahun dikapalkan melalui ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) (UNCTAD, 2012).   Wilayah NKRI yang diapit oleh Benua Asia dan Australia serta Samudera Pasifik dan Hindia merupakan ’choke point’ yang sangat menentukan pergerakan kapal-kapal perang maupun niaga dan dinamika politik global, khususnya potensi konflik antara negara-negara besar seperti AS, China, Jepang, India, dan ASEAN.  Wilayah pesisir dan laut Indonesia juga merupakan pusat keanekaragaman hayati laut dunia dan penentu dinamika iklim global.

Bila kita mampu membangun wilayah pesisir dan lautan serta kekayaan alam yang terdapat di dalamnya secara produktif, efisien, inklusif, dan ramah lingkungan. Maka, kita akan mampu mengatasi sejumlah permasalahan utama bangsa, seperti pengangguran dan kemiskinan,  kesenjangan antara kelompok kaya vs miskin yang kian melebar, disparitas pembangunan antar wilayah, buruknya konektivitas dan sangat mahalnya biaya logistik (26% PDB), gizi buruk, dan rendahnya daya saing serta IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indonesia.

 


 

2.5         Manfaat Ekonomi Perikanan

Sektor perikanan dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. Berikut beberapa manfaat ekonomi sektor perikanan :

1.        Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat.

 Ikan merupakan lauk sumber protein hewani yang bak bagi perkembangan tubuh manusia. Juga mengandung omega 3 yang aik bagi perkembangan otak manusia. Sehingga keberadaannya sangat penting untuk pemenuhan kebutuhan gizi tersebut. Demi generasi penerus bangsa yang sehat dan pintar.

2.        Memberikan penghasilan bagi masyarakat terutama mereka yang hidup di daerah dekat perairan.

Masyarakat di daerah pesisir atau perairan mayoritas menggantungkan hidupnya pada hasil menangkap ikan (nelayan). Mereka menangkap ikan dan menjualnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

3.        Menaikkan derajat ekonomi rakyat.

Penghasilan yang diperoleh masyarakat dari penjualan ikan adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Jika penjualan tersebut memberikan hasil yang besar, akan terjadi lonjakan pemenuhan kebutuhan. Dari pemenuhan kebutuhan primer, menjadi kebutuhan sekunder bahkan tersier. Hal ini dikarenakan derajat ekonomi yang meningkat.

4.        Membantu pertumbuhan ekonomi nasional.

Pertumbuhan ekonomi rakyat yang baik (pada poin 3) secara otomatis memengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional yang baik pula.

5.        Membantu pemenuhan pangan dunia sebagai pemasok (ekspor) perikanan.

Seperti halnya masyarakat Indonesia, penduduk dunia pun membutuhkan ikan untuk pemenuhan pangan dan gizinya. Apabila di dalam negerinya tidak tercukupi, tentu mereka akan mengimpor. Di sinilah kesempatan baik Indonesia untuk memasok (mengekspor) ikan-ikan pada negara-negara yang memerlukan.

6.        Meningkatkan devisa negara.

 Dari hasil ekspor perikanan pada poin 5 (lima) secara otomatis akan memberikan (meningkatkan) devisa bagi negara.

Semua manfaat tersebut di atas dapat tercapai jika pemanfaatan sektor perikanan dilakukan dengan baik dan benar. Maksudnya, eksplorasi dan eksploitasi perikanan dilakukan dengan tidak sembarangan dan dipantau oleh pihak yang bertanggung jawab (pemerintah). Di samping itu, perlu diadakannya budidaya agar keberlangsungan sumber daya perikanan tetap terjaga. Karena sektor ini termasuk dalam sumber daya yang bisa pulih namun terbatasi. Artinya, meski sumber daya diambil dan dimanfaatkan, ia akan ada lagi dan lagi. Disebabkan luasnya wilayah kelautan. Namun di sisi lain ia terbatasi, yaitu oleh faktor pembatas alami dan pembatas non alami.

Faktor pembatas alami adalah faktor penghambat ketersediaan sumber daya ikan dikarenakan ekosistem itu sendiri. Misalnya ketersediaan makanan untuk kelangsungan hidup ikan-ikan, persaingan ruang hidup, predator, bencana alam, dan sebagainya. Sedang faktor pembatas non alami ialah faktor penghambat ketersediaan sumber daya ikan dikarenakan adanya pencemaran lingkungan dan eksploitasi oleh pihak-pihak tertentu. Karena adanya faktor-faktor pembatas itulah perlu adanya budidaya dan pengelolaan yang baik untuk menjaga kelestarian sumber daya perikanan.


BAB III

PEMBAHASAN

 

3.1         Gambaran Umum

Sebagaimana telah dibahas di atas, perikanan merupakan sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan sektor perikanan memegang peranan penting bahkan dulu dapan sejarah peradaban manusia. Menurut Hempel dan Pauly perikanan merupakan kegiatan eksploitasi sumber daya hayati dari laut. Dalam artian yang lebih luas, perikanan tidak saja diartikan aktivitas menangkap ikan (termasuk hewan invertebrata lainnya seperti finfish atau ikan bersirip) namun juga termasuk kegiatan mengumpulkan kerangkerangan, rumput laut dan sumber daya hayati lainnya dalam suatu wilayah geografis tertentu. Salah satu sektor perikanan yang berkembang pesat di Indonesia yaitu rumput laut. Rumput laut atau alga laut (sea weed) merupakan salah satu komoditas perikanan yang telah dimanfaatkan sejak lama (Armiyanti, 2013). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perikanan bukan hanya diartikan sebagai proses menangkap ikan saja tetapi juga mengumpulkan kerang-kerangan, rumput laut dan sumber daya hayati lain dalam suatu wilayah geografis perairan tertentu.

Perikanan merupakan salah satu bidang yang diharapkan mampu menjadi penopang peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sub sektor perikanan dapat berperan dalam pemulihan dan pertumbuhan perekonomian bangsa Indonesia karena potensi sumberdaya ikan yang besar dalam jumlah dan keragamannya. Selain itu, sumberdaya ikan termasuk sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) sehingga dengan pengelolaan yang bijaksana, dapat terus dinikmati manfaatnya (Irhamni, 2009).

Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan untuk menyediakan bahan pangan protein hewani, mendorong pertumbuhan industri melalui penyediaan bahan baku, meningkatkan devisa melalui peningkatan ekspor hasil perikanan dan menyediakan kesempatan kerja serta meningkatkan pendapatan nelayan, sehingga sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional (Irhamni, 2009).

Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP-NRI) 716 meliputi wilayah perairan Laut Sulawesi dan perairan sebelah utara Pulau Halmahera yang tercakup dalam wilayah administrasi 5 provinsi yaitu: Kalimantan Utara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Sedangkan untuk Laut Sulawesi sendiri membentang disebelah utara provinsi Sulawesi Utara dan dibatasi oleh Samudera Pasifik dan kepulauan Sulu, Laut Sulu dan Kepulauan Filipina di bagian utara. Di sebelah timur dibatasi oleh rantai kepulauan Sangihe, dan di sebelah barat berbatasan langsung dengan perairan Tarakan (Kalimantan Utara). Perairan laut ini berbentuk basin besar, dan kedalamnya mencapai 6.200 m. Memanjang 420 mil (675 km) utara-selatan dengan 520 mil (837 km) timurbarat dan wilayah permukaan totalnya 110.000 mil persegi (280.000 km persegi). Arus laut yang kuat, parit samudera yang dalam dan gunung laut yang tinggi, bergabung dengan pulau vulkanik, mengakibatkan terbentuknya ciri oseanografis yang kompleks. Laut Sulawesi terletak di subequatorial dan zona equatorial (latitude 1o – 14oN), mendapatkan pengaruh iklim tropis monsoon yang menghasilkan curah hujan tahunan melebihi 1000 mm di beberapa daerah (berkisar antara 500 mm - > 5000 mm per tahun) dan rata-rata suhu minimum > 20oC. Terdapat sekitar 8 sungai besar dan lebih dari 79 sungai sedang dan kecil yang bermuara ke Laut Sulawesi. Laut Sulawesi menerima masukan masa air oseanik permukaan dari arus ekuatorial utara, arus ini masuk ke wilayah Laut Sulawesi dari arah timur laut ekuator melalui koridor Sangihe dan Talaud, sementara aliran arus bawah permukaan mengalir dengan arah yang berlawanan. Arus permukaan mengalir ke selatan melalui Selat Makasar dan antara Sulawesi dan Morotai-Halmera, kondisi ini berpengaruh terhadap aliran masa air dari Pasifik ke Samudera Indonesia. Arus lokal dihasilkan dari “eddies” yang komplek (pusaran masa air) dan arus berlawanan. Arus permukaan Teluk Manado dipengaruhi pasang surut. Tipe arus pasut di Teluk Manado merupakan arus pasut bolak balik (reversing curent) (Rahmadi, 2015).

3.2         Ekonomi Makro

Kemiskinan merupakan masalah kompleks dan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi tetapi juga kegagalan memenuhi hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki (Aneta, 2010).

Di Provinsi Gorontalo jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan berfluktuasi dari tahun 2006 sampai 2014. Dimana jumlah penduduk miskin Provinsi Gorontalo mengalami penurunan dari tahun 2006 hingga 2012, yaitu dari 273.90 ribu jiwa tahun 2006 berkurang menjadi 186.44 ribu jiwa tahun 2012, kemudian naik lagi menjadi 191.44 ribu jiwa tahun 2013 dan 194.10 ribu jiwa tahun 2014 (Novriansyah, 2018).

Adapun tingkat kemiskinan di Provinsi Gorontalo cukup berfluktuasi, dimana pada tahun 2006 tingkat kemiskinan Provinsi Gorotalo sebesar 29.13% kemudian mengalami penurunan tahun 2007 dan 2008 yaitu 27.35% dan 24.88%. Pada tahun 2009 naik lagi menjadi 25.01% dan kembali turun pada tahun 2010, 2011, dan 2012 yaitu 23.19% ; 18.75% dan 17.33%. naik lagi pada tahun 2013 menjadi 17.51% dan turun pada tahun 2014 menjadi 17.44% (Novriansyah, 2018).

Namun demikian secara umum terlihat bahwa angka kemiskinan di Provinsi Gorontalo ini berada jauh lebih tinggi dibandingkan angka kemiskinan nasional. Hal ini jelas mengingat penduduk miskin Gorontalo umumnya adalah penduduk yang bekerja di sektor pertanian, yang menyerap tenaga kerja paling banyak di Gorontalo. Baik Petani maupun Nelayan memiliki modal terbatas dan rata-rata mereka adalah tenaga kerja musiman. Di beberapa daerah pelosok Gorontalo, nelayan masih terjebak dengan praktek ijon sehingga memperparah kondisi pendapatan mereka, dan pada akhirnya akses terhadap pendidikan dan kesehatan mereka terbatas. Dari jumlah penduduk miskin Provinsi Gorontalo, terbanyak berada di Kabupaten Gorontalo dengan jumlah penduduk miskin terbesar yaitu 66.939 jiwa atau 18,87 %. Sedangkan jumlah penduduk miskin terkecil berada di Kota Gorontalo yaitu 9.883 jiwa atau 5,49 % (Novriansyah, 2018).

Jika mengacu pada data BPS, tampak jelas bahwa baik jumlah maupun presentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo, terus mengalami penurunan secara konsisten, setidaknya selama rentang waktu 2006/2014. Pada tahun 2006, presentasi penduduk miskin 29,13% dari total penduduk. Dengan kata lain, setiap tiga penduduk di Provinsi Gorontalo satu diantaranya terkategori miskin. Angka tesebut terus bergerak turun hingga menjadi 17,41% pada tahun 2014. Membaiknya kinerja ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran, serta implementasi pembangunan daerah berbasis pedesaan telah memberi kontribusi besar terhadap penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi Gorontalo.

Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas perlu didukung oleh kestabilan kondisi makroekonomi dalam efektifitas upaya mengurangi jumlah angka kemiskinan. Inflasi merupakan salah satu variabel dalam makroekonomi dan peristiwa moneter yang berkaitan erat dengan kemiskinan. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk mengalami kenaikan dan berlangsung secara terus-menerus. Rendahnya pendapatan dan tingginya harga mengimplikasikan ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan hidup layak bagi penduduk miskin. Hal tersebut seakan menegaskan pendapat bahwa inflasi merupakan pajak atas orang miskin, karena orang miskin mengalokasikan sebagian besar dari penghasilan mereka (atau hasil produksi, jika mereka menjadi pekerja di sektor pertanian atau sektor informal di perkotaan) untuk bertahan hidup (Hapsoro, 2013).

Kondisi ekonomi makro secara nasional tentunya berpengaruh terhadap kondisi perekonomian di tingkat daerah. Dinamika ekonomi dan politik diberbagai tingkat pemerintahan juga memberikan andil yang besar dalam perkembangan ekonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah, telah mendorong banyak daerah untuk melakukan berbagai perubahan dalam kebijakan pembangunan daerahnya. Namun demikian dari 440 kabupaten / kota menggambarkan perkembangan yang tidak merata. Beberapa pemerintah daerah juga telah sadar akan pentingnya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, dan pentingnya peran investasi dalam pembangunan ekonomi di daerah.

Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu daerah yang secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Provinsi Gorontalo adalah salah satu dari hanya sedikit daerah pemekaran dengan geliat pembangunan yang sangat dinamis. Data indikator makro memperlihatkan trend kenaikan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Dari sisi perkembangan sektor riil, indikator pertumbuhan ekonomi Gorontalo, dalam rentang waktu 8 tahun sejak pemekaran berada di atas rata-rata nasional; dengan pertumbuhan rata di atas 5%, dan/atau rata-rata di atas pertumbuhan nasional. Pertumbuhan ekonomi Gorontalo tercatat sebagai pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua di regio Sulawesi pada tahun 2004 setelah Sulawesi Tenggara. Berkaitan dengan data perkembangan daerah di atas, provinsi Gorontalo telah dapat dikatakan mampu melakukan pembangunan daerah dengan sangat baik. Provinsi Gorontalo telah mampu melakukan perubahan-perubahan besar dalam percepatan pertumbuhan ekonomi yang menjadi salah satu kriteria keberhasilan daerah atau provinsi dalam melakukan pembangunan (Marzaman, 2018).

3.3         Komoditas Perikanan Unggulan

Wilayah perairan laut Provinsi Gorontalo sangat potensial dengan jenis ikan Tuna (Thunnus sp), Cakalang (Katsuwonus pelamis), Layang (Decapterus russeli), Tongkol (Eutaynnus sp) dan Teri (Stolephorus spp). Selain itu juga terdapat berbagai jenis ikan pelagis kecil dan demersal yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi di wilayah perairan ini. Hasil tangkapan ikan pelagis besar sebanyak 1.550 ton/tahun, ikan pelagis kecil 5.394 ton/tahun dan ikan demersal sebanyak 5.456 ton/tahun (DPK, 2010). Menurut data statistik perikanan tangkap di Provinsi Gorontalo, ikan teri (Stolephorus.Sp) mencapai 6.293,3 ton/tahun dan hasil produksi olahan perikanan ikan teri asin kering mencapai 322 ton/tahun (DPK, 2012). Teknologi penangkapan ikan yang digunakan di Provinsi Gorontalo, yaitu purse seine (pukat cincin), long line (rawai tuna), pole and line (huhate), handline (pancing), dengan rumpon, lift net (bagan), dan gill net (jaring insang). Adapun alat tangkapan yang digunakan untuk menangkapan ikan teri yaitu bagan (lift net) (DPK, 2010).

Ikan teri (Stolephorus sp) banyak ditangkap karena mempunyai arti penting sebagai bahan makanan yang dapat dimanfaatkan baik sebagai ikan segar maupun ikan kering. Pengawetan ikan teri dengan cara pengeringan terdiri dari dua proses, yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Adapun tujuan utama dari penggaraman, yaitu untuk memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh mikroba penyebab pembusukan ikan (Mobonggi, 2014).

Ikan layang merupakan salah satu komponen perikanan pelagis yang sangat penting di Indonesia. Ikan yang tergolong suku Carangidae ini biasanya hidup bergerombol dan merupakan salah satu ikan yang banyak diminati oleh masyarakat. Mencermati pentingnya sumberdaya ikan bagi kebutuhan manusia baik pemenuhan gizi maupun kegiatan perekonomian, mendorong manusia untuk mengeksploitasi ikan sebanyak-banyaknya. Diantara jenis-jenis ikan yang didaratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kelurahan Tenda Kecamatan Hulonthalangi Kota Gorontalo, ikan layang (Decapterus russelli) merupakan ikan yang tertangkap sepanjang tahun dan menempati tempat teratas diantara ikan-ikan pelagik lainnya. Ikan layang merupakan bagian terbesar dari keseluruhan hasil tangkapan pukat cincin. Disamping itu ikan ini merupakan ikan yang cukup digemari oleh masyarakat dan harganyapun terjangkau. Selain berperan cukup besar dalam penyediaan protein hewani untuk pemenuhan gizi, ikan layang juga berperan dalam meningkatkan sumber pendapatan dan memberikan lapangan pekerjaan khususnya bagi penduduk sekitarnya. Keadaan pasar yang baik dan permintaan yang banyak terhadap ikan layang merangsang nelayan untuk meningkatkan usaha penangkapannya, sedangkan tingkat pemanfaatannya belum optimal. Oleh karena itu dikhawatirkan akan terjadi eksploitasi yang berlebih terhadap ikan layang tersebut sehingga dapat menggagu kelestariannya.

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis L.) juga tergolong sumberdaya perikanan pelagis penting dan merupakan salah satu komoditi ekspor nir-migas. Ikan cakalang terdapat hampir di seluruh perairan Indonesia, terutama di Bagian Timur Indonesia (Kekenusa, 2012)

Ikan cakalang merupakan produk andalan Provinsi Sulawesi Utara yang bernilai ekonomis tinggi. Dikatakan demikian karena spesies ikan ini digunakan sebagai bahan baku oleh berbagai jenis industri pengolahan seperti cakalang fufu, ikan kayu, ikan kaleng, abon cakalang, dan masih banyak lagi produk olahan yang menggunakan ikan cakalang sebagai bahan baku. Untuk mengolah berbagai produk tersebut memerlukan pula investasi untuk membangun kapal, pabrik pengolahan, pabrik es, gudang beku dan lembaga pemasaran. Kegiatan investasi tersebut pada akhirnya menyerap banyak tenaga kerja sehingga banyak orang beroleh pendapatan yang pada gilirannya mendorong perekonomian makro regional bergerak maju dan berkembang pesat (Lumi, 2013).

Ikan cakalang adalah nama dagang lokal Sulawesi Utara. Untuk wilayah pasar yang lebih luas dipakai skipjack tuna sebagai nama dagang internasional. Nama ini diambil dari bahasa Inggris, sedangkan nama ilmiah di sebut Katsuwonus pelamis di ambil dari bahasa Jepang yang artinya ikan keras. Secara biologis Ikan cakalang, suka hidup bergerombol (schooling fish), pemangsa yang rakus dan merupakan ikan perenang cepat lebih dari 10 mil per jam. Secara ekonomis ikan cakalang memberikan kontribusi besar yang di tunjukan oleh sebagian besar masyarakat pesisir memiliki pekerjaan sebagai nelayan baik pada usaha penangkapan, pengolahan, perdagangan dan industri penunjang.

Ikan cakalang juga tercatat sebagai komoditi ekspor baik dalam bentuk segar, beku maupun olahan. Dari kegiatan ekspor tersebut negara Indonesia khususnya Sulawesi Utara mendapat tambahan devisa yang penting bagi keseimbangan neraca perdagangan luar negeri. Devisa yang masuk ke Sulawesi Utara akan menyebabkan peningkatan kesejahteraan penduduk.

Kota Gorontalo mempunyai potensi yang cukup besar dalam mengembangkan produksi ikan cakalang. Menurut data yang diperoleh dari Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kota Gorontalo (2007), produksi ikan cakalang di Kota Gorontalo, pada tahun 2007 mencapai 106.040 ton/tahun, sedangkan produksi pada tahun 2008 mencapai 206.570 ton/tahun, kemudian pada tahun 2009 mencapai 266.280 ton/tahun. Produksi perikanan tangkap kota Gorontalo adalah 51,3% dari produksi tahunan perikanan Provinsi Gorontalo (Bustami, 2011). Salah satu produksi perikanan tangkap yang bernilai ekonomis penting dan paling banyak didaratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kota Gorontalo adalah ikan cakalang setelah ikan layang pada peringkat pertama. Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan peluang untuk permintaan pasar yang sangat terbuka, akan tetapi dalam hal upaya memperolehnya nelayan hanya mengandalkan hasil tangkapan yang berasal dari alam yang dilakukan secara terus menerus, sehingga hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan suatu dampak negatif terhadap kondisi populasinya (Tilohe, 2014).

3.4         Pembangunan Perikanan

Berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi di bidang kelautan dan perikanan, dengan direvisinya UU no. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004 yang merestruktur dan meredefinisikan peranan pemerintah, Provinsi dan kabupaten/kota, diharapkan akan lebih memperjelas peranan pemerintah terhadap pengelolaan di bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan fungsi masing-masing tingkatan pemerintahan.

Dalam pasal 18 UU no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah secara tegas disebutkan bahwa : daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Kewenangan dimaksud meliputi : (a) Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut; (b) Pengaturan administratif; (c) Pengaturan tata ruang; (d) Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; (e) Ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan (f) Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.

Demikian pula daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumberdaya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam pasal 18 UU no. 32 tahun 2004 juga di atur batas kewenangan pengelolaan di wilayah laut oleh daerah, yaitu 12 mil laut untuk Provinsi dan sepertiga dari wilayah kewenangan Provinsi untuk kabupaten/kota.

3.5         Konsep Pembangunan Perikanan Tangkap Berkelanjutan

Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang dinilai baik. Dengan kata lain pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu kemajuan. Pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik.

Konsep pembangunan berkelanjutan muncul dari kesadaran lingkungan dan kecemasan akan makin merosotnya kemampuan bumi untuk menyangga kehidupan. Pembangunan berkelanjutan ini tentunya mencakup semua sektor pembangunan, termasuk di dalamnya adalah sektor perikanan. Istilah perikanan berkelanjutan (sustainable fisheries) mulai dijadikan agenda dunia pada tahun 1995 dengan merumuskan konsep pembangunan perikanan berkelanjutan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) dengan menyusun dokumen Kode Etik Perikanan yang Bertanggung Jawab atau Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) (FAO, 1995). Aktivitas perikanan yang berkelanjutan dapat dicapai melalui pengelolaan perikanan yang tepat dan efektif, yang umumnya ditandai dengan meningkatnya kualitas hidup dan kesejahteraan manusianya serta juga terjaganya kelestarian SDI dan kesehatan ekosistemnya. Pembangunan perikanan yang berkelanjutan harus dapat mengakomodasi empat aspek utama yang mencakup dari hulu hingga hilir, yakni:

a.              Keberlanjutan ekologi (ecological sustainability): memelihara keberlanjutan stok/biomassa SDI sehingga pemanfaatannya tidak melewati daya dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistemnya.

b.             Keberlanjutan sosio-ekonomi (socioeconomic sustainability): memperhatikan keberlanjutan kesejahteraan para pelaku usaha perikanan dengan mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang layak.

c.              Keberlanjutan komunitas (community sustainability): menjaga keberlanjutan lingkungan komunitas atau masyarakat perikanan yang kondusif dan sinergis dengan menegakkan aturan atau kesepakatan bersama yang tegas dan efektif.

d.             Keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability): menjaga keberlanjutan tata kelola yang baik, adil, dan bersih melalui kelembagaan yang efisien dan efektif guna mengintegrasikan atau memadukan tiga aspek utama lainnya (keberlanjutan ekologi, keberlanjutan sosio-ekonomi, dan keberlanjutan masyarakat).

Salah satu lembaga yang terkait dengan pelaksanaan perikanan berkelanjutan, Marine Stewardship Council, mendefinisikan perikanan berkelanjutan sebagai salah satu cara memproduksi ikan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat berlangsung terus menerus pada tingkat yang wajar dengan mempertimbangkan kesehatan ekologi, meminimalkan efek samping yang mengganggu keanekaragaman, struktur, dan fungsi ekosistem, serta dikelola dan dioperasikan secara adil dan bertanggung jawab, sesuai dengan hukum dan peraturan lokal, nasional dan internasional untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan generasi masa depan (Deere, 1999). Sementara itu, Hilborn (2005) menyatakan bahwa definisi perikanan berkelanjutan adalah: aktivitas perikanan yang dapat mempertahankan keberlangsungan hasil produksi dalam jangka panjang, dengan menjaga keseimbangan ekosistem antar generasi, dan memelihara sistem biologi, sosial, dan ekonomi guna menjaga kesehatan ekosistem manusia dan ekosistem laut.

Dengan demikian, dalam melaksanakan pembangunan perikanan berkelanjutan tidak lepas dari memadukan tujuan dari tiga unsur utamanya, yakni dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial. Pertama, tujuan pembangunan perikanan secara ekonomis dianggap berkelanjutan, jika sektor perikanan tersebut mampu menghasilkan produk ikan secara berkesinambungan (on continuing basis), memberikan kesejahteraan finansial bagi para pelakunya, dan memberikan sumbangan devisa serta pajak yang signifikan bagi negara. Kedua, tujuan pembangunan perikanan dikatakan secara ekologis berkelanjutan, manakala basis ketersediaan stok ikan dapat dipelihara secara stabil, tidak terjadi eksploitasi berlebihan, dan tidak terjadi pembuangan limbah yang melampaui kapasitas asimilasi lingkungan yang dapat mengakibatkan kondisi tercemar. Ketiga, tujuan pembangunan perikanan dianggap secara sosial berkelanjutan, apabila kebutuhan dasar (pangan, sandang, kesehatan, dan pendidikan) seluruh penduduknya terpenuhi; terjadi distribusi pendapatan dan kesempatan berusaha secara adil; ada kesetaraan gender (gender equity), dan minim atau tidak ada konflik sosial.

3.6         Pengembangan Kapasitas Nelayan

Pengembangan kapasitas (capacity building) didefinisikan sebagai peningkatan kompetensi individu, lembaga-lembaga sektor publik, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil dan masyarakat lokal yang terlibat dalam kegiatan secara berkelanjutan yang berdampak positif terhadap pembangunan seperti pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas pemerintahan maupun memenuhi Millenium Development Goals (MDGs) (Hope, 2009). Secara umum tujuan pengembangan kapasitas tentu agar individu, organisasi, maupun sistem yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dari individu maupun organisasi tersebut. Soeprapto (2010) menjelaskan untuk melakukan pengembangan kapasitas dilaksanakan dalam tiga tingkatan yang harus dilaksanakan secara efektif dan berkesinambungan yaitu: 1) Tingkatan sistem, yang berhubungan dengan pengaturan yang mendukung pencapaian tujuan kebijakan tertentu; 2) Tingkatan institusional, seperti struktur organisasi, proses pengambilan keputusan, prosedur pekerjaan, pengaturan sarana dan prasarana, hubungan dan jaringan organisasi; 3) Tingkatan individual, antara ketrampilan individu dan persyaratannya, pengetahuan, tingkah laku, pengelompokan pekerjaan dan motivasi pekerjaan di dalam organisasi. Nelayan tangkap merupakan tingkat individual bagian terpenting dalam kegiatan perikanan dalam pengembangan kapasitas. Sebagai sebuah komunitas, nelayan memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan komunitas lainnya yang melakukan aktivitas di pesisir dan laut untuk keberlangsungan hidup serta memiliki sifat tradisional dengan alat tangkap sederhana baik tanpa maupun dengan motor (Indarti dan Dwiyadi, 2013). Dalam hal ini Pollnac (1988) telah menguraikan bahwa untuk menjadi seorang nelayan umumnya tidak memperhatikan faktor pendidikan formal, melainkan fisik yang kuat untuk melakukan pekerjaan berat. Penelitian Anwas (2009) menyatakan bahwa pendidikan formal bisa meningkatkan kompetensi apabila kurikulum dan proses pembelajarannya sesuai dengan tuntutan pekerjaan individu yang bersangkutan. Upaya peningkatan kompetensi hanya bisa dilakukan melalui proses belajar. Belajar di sini dalam arti luas, tidak terbatas pada pendidikan formal saja melainkan juga informal (Anwas 2013). Rogers (1983) menyatakan bahwa nelayan sebagai manusia mempunyai potensi alami untuk belajar. Mengacu pada dua pendapat tersebut maka untuk mencapai keberhasilan, manusia harus berusaha untuk meningkatkan kapasitasnya melalui bekerja dan belajar. Proses pembelajaran dapat membuat nelayan bertumbuh dan berkembang sehingga mampu menjadi mandiri. Kemampuan belajar seseorang tidak saja ditentukan oleh potensi yang mereka miliki atau dari faktor internal, tetapi juga ditentukan oleh faktor eksternal. Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungannya, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi) maupun lingkungan horizontal (geografik, fisik, sosial). Perilaku manusia akan terbentuk tidak saja secara alami, tetapi juga karena faktor lingkungan keluarga maupun masyarakat secara umum (Ndara 1990). Indikator kunci pada pengembangan kapasitas diri nelayan adalah pengetahuan, kompetensi, mental, komitmen dan pemahaman peraturan-perundangan yang dapat menjadi landasan pengembangan programprogram pemberdayaan masyarakat nelayan yang bersifat bottom-up. Dalam model struktural, aspek keterampilan berpengaruh nyata terhadap aspek kompetensi nelayan, sedangkan aspek pengetahuan dan aspek sikap diri tidak berpengaruh nyata terhadap aspek kompetensi secara langsung. Sehingga dapat dikatakan bahwa kapasitas diri nelayan dipengaruhi oleh keterampilan mereka dalam melakukan operasi penangkapan ikan.

3.7         Investasi Usaha Perikanan Tangkap Terpadu

Dalam rangka mendorong pengembangan ekonomi nasional, khususnya di bidang perikanan tangkap, telah dilakukan pengembangan investasi secara terpadu. Sampai dengan tahun 2014 realisasi investasi terpadu mencapai Rp 9,99 trilyun. Sebagian besar realisasi investasi terkonsentrasi di wilayah Indonesia Bagian Tengah (Bali, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, dan Maluku) dan Indonesia Bagian Timur (Papua dan Papua Barat), yakni sebesar Rp 8,01 trilyun atau mencapai 81% dari total realisasi investasi. Adapun provinsi yang menjadi tujuan investasi adalah Sulawesi Utara, Maluku, DKI Jakarta, dan Bali, dengan realisasi investasi mencapai Rp 7,23 trilyun atau 72,80 % dari total realisasi investasi (DJPT, 2015).

3.8         Minapolitan Perikanan Tangkap

Minapolitan merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis manajemen ekonomi kawasan dengan tujuan untuk: 1) Meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas produk perikanan, 2) Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, pengusaha dan pengolah ikan yang adil dan merata, dan 3) Mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi daerah. Pengembangan kawasan minapolitan didukung oleh kementerian/lembaga terkait, antara lain Kementerian Pekerjaan Umum. Kawasan minapolitan perikanan tangkap yang telah berhasil dibangun diantaranya di kabupaten Cilacap dan kabupaten Gorontalo Utara.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1         Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1.             Ekonomi Perikanan merupakan bidang yang unik karena sifat sumber dayanya fugitive dan kompleksitas pengelolaannya menuntut kajian tersendiri.

2.             Peningkatan tingkat ekonomi perikanan akan berdampak positif juga bagi perekonomian daerah bahkan negara dan juga bagi tingkat lapangn kerja.

3.             Komoditas unggulan pada sektor perikanan di daerah kota Gorontalo ada ikanlayang, ikan cakalang dan juga ikan teri

4.             Perikanan merupakan salah satu bidang yang diharapkan mampu menjadi penopang peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sub sektor perikanan dapat berperan dalam pemulihan dan pertumbuhan perekonomian bangsa Indonesia karena potensi sumberdaya ikan yang besar dalam jumlah dan keragamannya.

4.2         Saran

Saran yang dapatdiberikan berdasarkan makalah yang telah diperbuat adalah sebagai berikut :

1.             Sebaiknya penulis perlu untuk mempertimbangan data-data yang lain agar makalah ini lebih optimal

2.             Sebaiknya pemerintah bisa untuk lebih memperhatikan potensi tiap daerah di Indonesia

3.             Sebaiknya pemerintah mengoptimalkan penyaluran bantuan kepada rakyat.


DAFTAR PUSTAKA

Aneta, A. 2010. Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kota Gorontalo. Jurnal Administrasi Publik, 1(1) : 54-65.

Armiyanti,N.P. N. N.  2013. Tingkat Produktivitas Budidaya Rumput Laut pada Perairan Pantai  di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung. Skripsi. Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja.

DJPT. (2015). Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2015-2019. DJPT-KKP. 132 hal.

Fauzi, A. 2010. EKONOMI PERIKANAN  Teori, Kebijakan, dan Pengelolaan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 211 hlm.

Hapsoro, D. N. Y. dan Gunanto. 2013. Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Regional terhadap Tingkat Kemiskinan Perkotaan. Diponegoro Journal of Economics,
2(2) : 1-12.

Hilborn, R. 2005 "Are Sustainable Fisheries Achievable?" Chapter 15, pp. 247–259. Marine Conservation Biology: The Science of Maintaining the Sea's Biodiversity.

Kekenusa, J.S. V. N. R. Watung, dan D.  Hatidja. 2012. Analisis Penentuan Musim Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Manado Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Sains, 12(2) : 112-119.

Lumi, K. W, E. Mantjoro, dan  M. Wagiu. 2013. Nilai Ekonomi Sumberdaya Perikanan di Sulawesi Utara (Studi Kasus Ikan Cakalang, Katsuwonus pelamis). Jurnal Ilmiah Platax, 1(2) : 74-80.

Manik, H. M. 2014. Teknologi Akustik Bawah Air Solusi Data Perikanan Laut Indonesia. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan, 1(3) : 181-186.

Marzaman, A. 2018. Internasionalisasi Kota: Gorontalo, Berkearifan Lokal Berwawasan Global. Journal of Government and Political Studies, 1(1) : 52-62.

Mobonggi, L. A. S. Naiu, dan L. Mile. 2014. Uji Formalin pada Ikan Teri Asin Kering di Kota Gorontalo. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan,  2(1) : 1-3.

Novriansyah, M. A. 2018. Pengaruh Pengangguran dan Kemiskinan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Gorontalo Development Review, 1(1) : 59-73.

Rahmadi, P  dan R. Puspasari. 2015. Dinamika Ekologi Laut Sulawesi (WPP 716) Sebagai Daya Dukung Terhadap Perikanan Malalugis (Decapterus macarellus Cuvier, 1833). J. Lit. Perikan. Ind.,  21(2) : 95-102.

Tibrani. 2018. Peranan Subsektor Perikanan dalam Menunjang Perekonomian Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Agribisnis, 20(2)  : 206-217.

Tilohe, O., S. Nursinar, dan A. Salam. 2014. Analisis Parameter Dinamika Populasi Ikan Cakalang yang Didaratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan Kelurahan Tenda Kota Gorontalo.  Nikè:Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.2(4) : 140-145.

 

 

 

 

 

 


loading...